Pada suatu hari, hiduplah seekor rusa dengan tanduk berwarna emas di kepalanya…
Zaman dahulu, kita akan menemui banyak manusia yang memiliki rambut menjuntai…
Percayakah kamu? Nun jauh di sana, ada sebuah rumah dengan pepohonan…
Apakah kamu familiar dengan konsep kalimat pembuka di atas? Ya, cerita! Membaca cerita di atas, kamu seperti dibawa ke dunia antah-berantah yang di dalamnya terdapat imajinasi dan hal tidak terduga lainnya. Lalu, bagaimana jika konsep cerita di atas dijadikan strategi marketing brand storytelling—dengan penyesuaian dengan personality yang dimiliki oleh brand itu sendiri?
Seperti namanya, cerita sebagai strategi marketing untuk brand atau brand storytelling memiliki tempat tersendiri di hati para pemilik bisnis dan audiensnya. Hal ini tidak mengherankan karena survei menunjukkan bahwa otak manusia akan cenderung merespons secara mendalam sesuatu yang berbentuk narasi atau deskripsi. Dalam hal ini, cerita juga dibangun oleh narasi, bukan?
Susan Gunelius, marketer sekaligus CEO dari KeySplash Creative Inc. dalam artikel yang dia tulis di Forbes menyatakan bahwa brand story bukanlah sebuah ‘bahan iklan’, melainkan sebuah cerita dengan bumbu personality yang diramu sedemikian rupa agar audiens yang membaca, melihat, atau mendengarnya menjadi tergugah untuk menyelami lebih lanjut.
Salah satu tolok ukur dari strategi brand storytelling yang baik adalah cerita yang mampu menunjukkan personality. Misalnya, jika kita memiliki brand berupa minuman bersoda dan personality yang akan dibangun adalah excitement (fun dan young), bagaimana excitement bisa diekspos lebih jauh akan terwujud lewat brand storytelling tadi. Melansir Neil Patel, berikut tiga langkah mudah menciptakan brand storytelling sebagai salah satu strategi marketing yang efektif.
Brand story yang simple bukan berarti cerita yang disajikan tidak mengajak audiens untuk melakukan action dan hanya berupa cerita biasa. Supaya menarik perhatian audiens, cerita ini tersusun atas struktur tertentu, yaitu problem, solution, dan success. Sebagai pembuka, tahap problem berisi permasalahan seperti apa yang biasanya audiens alami. Bagian middle atau solution memberikan solusi efektif kepada audiens terkait permasalahan mereka. Lalu, menawarkan ‘kesuksesan’ yang tidak berlebihan menjadi tahap success atau ending.
Jelaskan alasan keberadaan brand-mu melalui brand story yang menyentuh. Alih-alih brand, cerita yang ditampilkan berpusat pada audiens. Meskipun memang secara tidak langsung kamu mempromosikan produk atau jasa, tujuan utamanya tetaplah untuk membangun koneksi dan relasi yang lebih nyata dan dekat dengan audiens.
Seperti yang dilakukan oleh brand sepatu TOMS yang memiliki tagline “One for one”, artinya setiap kali audiens membeli sepasang sepatu keluaran TOMS, akan ada sepasang sepatu lainnya yang disumbangkan. Jadi, secara tidak langsung TOMS hadir untuk memberikan ‘kehidupan’ bagi siapa pun yang membutuhkan sepatu tersebut.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, cerita yang baik bukanlah tentang brand, melainkan audiensnya. Maka, jadikanlah hal ini sebagai batu loncatan sebelum kita membuat brand storytelling. Melalui cerita yang sudah dibuat, brand semestinya memahami apa yang benar-benar dibutuhkan oleh audiensnya. Singkatnya, apa yang ingin disampaikan brand di dalam cerita adalah: we care, we understand, dan we are you.
Every business needs more traffic for their website, which brings awareness and conversion. We know the best way through Digital Marketing activation for you.